Fes el
Bali
 (bahasa Arabفاس البالي) (bahasa InggrisOld Fes) adalah distrik tertua di FesMaroko.
Fes el Bali awalnya didirikan sebagai ibukota Dinasti Idrisiyah antara tahun 789 hingga 808 M. Selain
dikenal karena keberadaan universitas tertua di dunia Fes el Bali, dengan
jumlah penduduk sekitar 156.000 jiwa, diyakini merupakan wilayah urban bebas
mobil terbesar di dunia.
Idris
ibn Abdallah
 memutuskan
untuk membangun kota baru di tepi kanan sungai Fes pada tahun 789 sebagai
ibukota negara yang baru ia didirikan. Awalnya, sebagian besar penduduk kota
tersebut merupakan pengungsi yang melarikan diri dari pemberontakan di Córdoba, Spanyol. Namun,
pada tahun 809, putranya Idris II memutuskan untuk mendirikan ibukotanya
sendiri di sisi Sungai Fes yang lain. Ada banyak pengungsi yang memutuskan
untuk menetap di kota baru pada saat itu, namun pengungsi tersebut merupakan
yang melarikan diri dari pemberontakan di Kairouan (kini
bagian dari Tunisia).
Walaupun
dipisahkan oleh sungai yang relatif kecil, kedua kota tersebut berkembang
secara terpisah sebelum akhirnya disatukan pada abad ke-11 oleh Murabitun.
Salah
satu contoh kontribusi pengungsi terhadap perkembangan Fes adalah pendirian Universitas
Al-Karaouine
 oleh
pengungsi Tunisia pada tahun 859. Universitas ini dianggap sebagai universitas
tertua di dunia.
Pada
masa kekuasaan Murabitun, Fes tidak lagi menjadi ibukota dan
digantikan oleh Marrakech yang
didirikan oleh Murabitun. Murabitun menghancurkan sebagian besar Fes el Bali,
namun mendirikan Fes el Bali yang masih bertahan hingga kini setelah kedua kota
yang terpisah disatukan.
Pada
saat Muwahidun berkuasa,
Fes merupakan kota dagang walaupun tidak menjadi ibukota, dan bahkan menjadi
kota terbesar di dunia pada saat itu dengan jumlah penduduk kurang lebih
200.000 jiwa.

Setelah
mengalahkan Muwahidun, Banu Marin memindahkan
ibukota dari Marrakech ke Fes pada tahun 1276, yang merupakan puncak kejayaan Fes
el Bali.
Mereka mulai membangun kota baru di luar
tembok kota yang lama. Pada awalnya kota tersebut dijuluki kota putih, namun
setelah beberapa saat mendapat nama baru yaitu Fes Jdid,
atau Fes baru. Pada saat itulah julukan Fes el Bali diberikan.
Kebanyakan monumen penting di Fes el Bali didirikan pada
masa kekuasaan Marin. Pada abad ke-14, pendirian mellah menambah susunan urban Fes.

Bab Boujlud, pintu masuk menuju madinah Fes.
Fes el
Bali
 (bahasa Arabفاس البالي) (bahasa InggrisOld Fes) adalah distrik tertua di FesMaroko.
Fes el Bali awalnya didirikan sebagai ibukota Dinasti Idrisiyah antara tahun 789 hingga 808 M. Selain
dikenal karena keberadaan universitas tertua di dunia Fes el Bali, dengan
jumlah penduduk sekitar 156.000 jiwa, diyakini merupakan wilayah urban bebas
mobil terbesar di dunia.
UNESCO memasukkan Fes el Bali ke dalam daftar situs warisan dunia pada tahun 1981 dengan nama Medina Fez. Situs warisan dunia
ini meliputi wilayah urban dan tembok dan juga zona penyangga di luar tembok
yang dimaksudkan untuk menjaga integritas visual tempat ini.
Fes el
Bali merupakan salah satu dari tiga distrik utama di Fes selain Fes Jdid dan Ville nouvelle (kota baru) yang
dibuat oleh Perancis.
Salah satu gang yang tak pernah sepi ditengah madinah Fes
Pemandangan kota tua atau Old
Medina, Fes. Di sinilah pusat jantung kota Fes yang terkenal dengan sebutan madinatul
‘ilm
(kota ilmu). Wilayah ini dulu pernah menjadi ibukota Maroko, dan jauh
sebelumnya di abad pertengahan menjadi tempat berlindung kaum Muslim &
Yahudi yang terusir dari Andalusia & Cordoba. Kota ini kemudian menjadi
pusat budaya, pusat pendidikan, dan kini menjadi “spiritual
city” of Morocco. Yang beratap hijau itu adalah Universitas Al-Qarawiyyin,
sebuah perguruan tinggi tertua di dunia yang masih beroperasi sampai sekarang,
berdiri jauh sebelum Oxford lahir.
 
Jalan-jalan yang sempit disalah sudut Old Medina disore hari 
Suasan magis yang misterius, nuansa spiritual
tersebar di mana-mana sebenarnya! Simbol-simbol yang dipakai, desain zillij dan
warna-warnanya yang tak sembarangan dipilih, sejarahnya yang erat dengan
Andalusia, Festival Tahunan Budaya Sufi, komunitas Al-Qarrawiyyin di masa lalu,
juga para sufi besar yang pernah hadir di sini (Abu Madyan, Tijani, Ibnu
Arabi), standar tata ruangan (fountain, masjid, sekolah, pasar) yang seolah
menyimbolkan suatu falsafah ketuhanan.
Tempat penyamakan kulit, Fes juga terkenal dengan pengrajin kulit
Menyusuri Old Medina, setiap
sisi kotanya seperti menyeret kita ke masa lampau, kembali ke abad pertengahan
dulu. Orang-orang mengenakan djellaba (itu yang di tengah, berpakaian seperti
kostum Ku-Klux-Klan), bau-bauan seperti “kumin” (bumbu utama masakan
Maroko) di setiap sudutnya, perkusi musik-musik Arab, barang-barang khas Maroko
(tempat ini terbentengi cukup kuat dari cakaran produk-produk Cina), membuat
waktu serasa berhenti di sini.
Menikmati makanan khas Maroko

Bersama Bpk. Ary Ginanjar dan Tim ESQ EROPA dan Trainer ESQ Indonesia
Pada masa kejayaan Islam, masjid tidak hanya berfungsi
sebagai tempat beribadah saja, namun juga sebagai pusat aktivitas ilmiah.
Semenjak kelahiran peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya
telah menggunakan masjid sebagai tempat pengkajian Al-Quran. Kegiatan
intelektual ini kian berlanjut setelah Rasulullah wafat, bahkan terus menyebar
ke seluruh kawasan yang telah dikuasai kaum Muslim.
Hal yang sama terjadi di Maroko, tepatnya di Fes. Di kota ini
terdapat Masjid Qarawiyyin yang berdiri pada tahun 859 M. Laiknya kebanyakan
masjid pada saat itu, masjid yang sering disebut Jami’ah Al-Qarawiyyin ini
menjadi pusat pendidikan komunitas Muslim setempat. Kajian ilmiah di masjid ini
bahkan setara dengan tingkat perguruan tinggi. Karenanya, pada tahun 1998, The
Guinness Book of Record mencatat Jami’ah Al-Qarawiyyin sebagai universitas
tertua di dunia yang hingga saat ini masih beroperasi dan terus memberikan
gelar kesarjanaan kepada lulusannya.
Walaupun memiliki predikat sebagai universitas tertua,
Jami’ah Al-Qarawiyyin bukanlah universitas pertama di dunia. Ensiklopedi
Encarta menyematkan gelar perguruan tinggi pertama pada Akademi yang didirikan
oleh Plato tahun 387 SM di Yunani. Menyusul
setelahnya Lyceum di Athena, Universitas Alexandria di Mesir, Universitas
Konstantinopel di Turki, dan Universitas Nalanda di India. 
Seiring
berjalanannya waktu dan pergantian kekuasaan, universitas-universitas tersebut
sudah sejak lama tidak beroperasi lagi. Hal inilah yang menjadikan Jami’ah
Al-Qarawiyyin sebagai universitas tertua di dunia dengan umur hampir mencapai
12 abad. Universitas ini lebih tua dari Universitas Al-Azhar di Kairo yang
mulai beroperasi pada abad ke-10, bahkan jauh lebih tua dari berbagai
universitas pelopor di Eropa seperti Universitas Bologna, Universitas Paris,
dan Universitas Oxford yang baru beroperasi antara abad ke-11 dan abad ke-12.
Pendiri Jami’ah
Al-Qarawiyyin adalah Fatimah Al-Fihri (? – 880 M), seorang muslimah terpelajar
sekaligus putri pengusaha kaya. Keluarga Al-Fihri adalah imigran dari Kota
Qairawan, Tunisia yang kemudian menetap di Fes bersama ribuan imigran lainnya.
Sepeninggalan ayahnya, Fatimah menghabiskan seluruh harta warisannya untuk
mendanai pembangunan masjid yang nantinya akan menjadi pusat ibadah dan
pendidikan bagi penduduk Fes.
Arsitektur Moor

Struktur bangunan
Masjid Qarawiyyin mengikuti bentuk masjid tradisional bangsa Arab yang pada
umumnya terbagi atas dua bagian, yaitu mughatta (aula shalat beratap) dan sahn
(halaman terbuka). Pada Masjid Qarawiyyin, bagian mughatta merupakan bangunan
hypostyle yang terbentuk dari deretan aisle (barisan tiang yang membentuk
sebuah lorong), sedangkan sahn Masjid Qarawiyyin berupa halaman terbuka yang
dikelilingi oleh riwaq atau portico (lorong berpilar dan beratap). Masjid Qarawiyyin yang ada pada saat ini merupakan
hasil rekonstruksi dan ekspansi yang dilakukan berkali-kali oleh sejumlah
penguasa Muslim. Pada awalnya, Fatimah Al-Fihri membangun masjid ini dengan
struktur yang hampir sama dengan Masjid Qairawan di Tunisia. Kala itu, aula
masjid atau mughatta hanya terdiri dari empat saf aisle sepanjang 30 meter,
sedangkan di sebelah barat aula tersebut dibangun sebuah sahn dan menara.
Menyikapi
pertambahan populasi penduduk Fes dan pelajar di Masjid Qarawiyyin, pada 956 M,
Pemimpin Zenata merombak dan memperluas masjid. Khalifah Umayyah dari Kordoba,
Abdurrahman III (889 – 961), menyumbangkan dana dengan jumlah yang sangat besar
untuk membiayai proyek tersebut. Perluasan pertama dilakukan dengan menambah 14
deret aisle di sebelah barat dan timur aula masjid, memindahkan sahn ke bagian
yang lebih barat, dan memindahkan menara ke riwaq sebelah utara.  Pada tahun 1135, Pemimpin Al-Murabitun, Ali bin Yusuf
(? – 1143), menambahkan tiga deret aisle pada sisi barat masjid. Dalam
perluasan kali ini, dibuat juga sebuah nave (aisle pusat) yang memotong kesepuluh
deret aisle pada aula utama. Nave ini menghubungkan pintu utama aula dengan
mihrab masjid. Perancang nave Masjid Qarawiyyin adalah dua orang arsitek asal
Andalusia yang juga merancang nave Masjid Tlemcen di Aljazair. 
Ali bin Yusuf
memerintahkan arsiteknya untuk membuat sebuah mihrab baru di bagian tengah
dinding kiblat. Mihrab masjid ini memiliki corak Kordoba dengan lengkungan
tapal kuda dan ornamen khas ijmiz-nya. Serupa dengan mihrab Masjid Kordoba di
Spanyol, ijmiz atau ornamen penghias mihrab Masjid Qarawiyyin dihiasi motif
floral, geometri, dan kaligrafi kufi khas Andalusia. Sejumlah mimbar kayu untuk
keperluan khutbah dan kuliah pun didatangkan langsung dari Kordoba. 

Satu lagi perangkat masjid yang didatangkan dari Andalusia
adalah lampu gantung (chandelier) pemberian Pemimpin Dinasti Almohad pada 1203.
Lampu ini dibuat dari hasil peleburan sebuah lonceng perunggu raksasa yang
diambil ketika Pasukan Almohad memenangi peperangan di Gibraltar. Hal-hal
tersebut menunjukkan hubungan yang kuat antara kawasan Spanyol (Andalusia) dan
Maroko (Maghribi) yang kala itu sama-sama berada di bawah pemerintahan Islam. Pada abad ke-16, Sultan Dinasti Sa’adi, Abdallah bin Al-Shaikh, turut
mempercantik Masjid Qarawiyyin. Beliau membangun dua buah paviliun kembar dan
sebuah air mancur (mathara) sebagai tempat berwudu di halaman masjid. Semua
lantai halamannya dilapisi zilij (rangkaian ubin khas Maghribi). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa halaman Masjid Qarawiyyin merupakan representasi dari
“Court of The Lions” di Istana Alhambra, Spanyol. 
Masjid Qarawiyyin memiliki menara yang sangat khas dengan
denah berbentuk bujur sangkar. Berfungsi
sebagai tempat adzan dan observatorium astronomi, menara bercat putih ini
berdiri menjulang di tengah kota Fes. Walaupun bentuknya sederhana, menara ini
adalah cikal bakal menara bergaya Maghribi dan Andalusia yang dibangun
setelahnya: Di atas menara terdapat ruangan bernama Darul Muwaqqit yang di
dalamnya terdapat jam air Al-Lajai. Jam air tersebut dipakai untuk menghitung
waktu shalat. Selain itu, masjid ini pun dilengkapi dengan jam matahari dan jam
pasir. Secara keseluruhan,
masjid yang dapat menampung sekitar 22.700 jamaah ini dapat dikategorikan ke
dalam bangunan berarsitektur moor. Jenis arsitektur ini adalah perpaduan antara
seni Islam Afrika Utara dengan gaya Visigoth dari Semenanjung Iberia.
Karakteristik gaya moor yang terdapat pada Masjid Qarawiyyin dapat dilihat dari
muqarnas khas Maghribi dan Andalusia bernama mocarabe yang terdapat pada
gerbang dan dinding masjid, hiasan pelaster bercorak geometri dan floral pada
dinding dan langit-langit, aula hypostyle, penggunaan ubin keramik zilij,
bentuk mihrab dan mimbar yang khas, penggunaan mashrabiyya atau maqsura (sekat
pemisah dari kayu), serta penggunaan lengkungan tapal kuda, cuping, runcing,
dan lambrequin.
Pusat Pengetahuan
dan Kebudayaan Islam di Belahan Bumi Barat

Jami’ah
Al-Qarawiyyin memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan budaya dan
sejarah keilmuan dunia Islam. Sebagai masjid tertua di kawasan Maghribi,
Jami’ah Al-Qarawiyyin telah sejak lama menjadi pusat ibadah serta pendidikan
bagi masyarakat setempat. Tidak hanya itu, Qarawiyyin pun menjadi magnet bagi
para pencari ilmu dari berbagai negeri. 
Pada awalnya
aktivitas ilmiah yang ada di masjid ini hanya membahas tentang ilmu tafsir,
fiqih, dan hadis. Namun, seketika muncul beberapa kajian lain seperti
linguistik, sastra, filsafat, politik, matematika, astronomi, ekonomi, seni
rupa, dan musik. Pada abad ke-10, sebelum universitas tertua di Eropa lahir, ilmu
kedokteran dan farmasi sudah diajarkan di Jami’ah Al-Qarawiyyin. Menyusul
setelahnya kajian sosiologi, geografi, sejarah, arsitektur, teknik, psikologi,
dan berbagai cabang ilmu alam lainnya. Dengan tetap mengikuti aturan pihak
universitas, pelajar di Qarawiyyin diberikan kebebasan untuk mengambil studi
apapun yang diminatinya. Dengan demikian, lahirlah sarjana-sarjana polymath
yang menguasai lebih dari satu bidang ilmu.
Praktek kuliah di Masjid Qarawiyyin menggunakan sistem
halaqah. Dalam sistem ini, pengajar dan pelajar
duduk melingkar di lantai masjid. Pelajar pria dan wanita kuliah dalam tempat
terpisah. Mimbar-mimbar masjid sering digunakan pengajar dan ilmuwan tamu untuk
memberikan materi pada saat seminar atau kuliah dengan jumlah peserta yang banyak.
Terdapat puluhan halaqah yang menyebar di berbagai sudut Masjid Qarawiyyin,
sesuai dengan mata kuliah dan jadwalnya. Universitas Qarawiyyin pun sering
mengirimkan sejumlah ilmuwannya untuk mentransfer ilmu pengetahuan ke berbagai
universitas di dunia, seperti Universitas Bologna, Universitas Sankore,
Universitas Al-Azhar, dan Universitas Granada.
Ketika jumlah pelajar di Universitas Qarawiyyin
kian bertambah, pihak universitas akhirnya melakukan seleksi yang sangat ketat
dalam menerima mahasiswa baru. Calon mahasiswa harus menguasai Al-Quran, bahasa
Arab, dan ilmu-ilmu umum dari madrasah tingkat dasar. Selain itu, untuk
mengatasi kepadatan ruang, beberapa halaqah dipindahkan ke sejumlah madrasah di
sekitar masjid, seperti Madrasah Mesbahia, Madrasah Attarin, Madrasah Seffarin,
Madrasah Fes El Jedid, dan Madrasah Bou Inania.

Aktivitas ilmiah di universitas tertua ini tidak
dapat terlepas dari peran Perpustakaan Qarawiyyin yang berada di sebelah timur
masjid. Bahan-bahan kuliah selalu diambil dari perpustakaan ini. Tidak hanya
digunakan oleh pihak universitas saja, berbagai madrasah di sekitar Masjid
Qarawiyyin pun ikut mempergunakan perpustakaan tersebut. Hingga kini,
Perpustakaan Qarawiyyin merupakan salah satu yang terbesar di antara tiga
puluhan perpustakaan yang ada di Kota Tua Fes.
Universitas
Qarawiyyin telah melahirkan sejumlah ilmuwan Muslim yang telah memberikan
kontribusi besar pada dunia pengetahuan, di antaranya adalah; ahli geografi dan
pembuat peta, Muhammad Al-Idrisi (1099 – 1166); penjelajah, penulis, serta ahli
hadis, Ibnu Rashid Al-Sabti (1259 – 1321); geografer, Al-Wazzan Al Fasi atau
Leo Africanus (1494 – 1554); ahli teologi dan filsafat, Ibnu Al-Arabi (1076 –
1184); sastrawan, sejarawan, ahli filsafat, dan dokter, Ibnu Al-Khatib (1313 –
11374); astronom, Al-Bitruji atau Alpetragius (? – 1204); dan ahli sejarah,
ekonomi, teologi, matematika, filsafat, hukum, astronomi, militer, kesehatan,
dan sosiologi, Ibnu Khaldun (1332 – 1406).
ISESCO (Islamic
Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam tulisannya yang
bertajuk “Fes: Capital of Islamic Culture” mengemukakan, sejumlah ilmuwan besar
Muslim asal Andalusia sempat mengajar di Qarawiyyin, di antaranya; ahli
astronomi, fisika, psikologi, musik, botani, dan kedokteran, Ibnu Bajjah atau
Avempace (1095 – 1138); ahli ilmu kedokteran dan farmasi, Ibnu Zuhr atau
Avenzoar (1091 – 1161); dan ahli filsafat, teologi, psikologi, politik, musik,
kedokteran, astronomi, geografi, fisika, matematika, dan teknik, Ibnu Rushid
atau Averroes (1126 – 1198).
Jami’ah
Al-Qarawiyyin yang menjelma menjadi sebuah universitas yang paling terkemuka di
abad pertengahan membuatnya tidak hanya diminati oleh para pelajar Muslim,
namun juga oleh pelajar non-Muslim. Ahli filsafat dan agama Yahudi ternama,
Rabbi Moshe ben Maimon (1135 – 1204) yang dijuluki oleh para penganut Yahudi
sebagai “Nabi Musa kedua” adalah lulusan Universitas Qarawiyyin. Nicolas
Cleynaerts (1495 – 1542) dan Jacob Golius (1596 – 1667) tercatat pernah belajar
tata bahasa Arab di universitas ini. Golius bahkan telah menerjemahkan buku
astronomi karya Al-Farghani dan buku kedokteran karya Ibnu Baklarech lalu
mempublikasikannya ke Eropa. Gerbert ‘d Aurillac (946 – 1003) yang kemudian
menjadi Paus Sylverster II belajar matematika dan astronomi di Qarawiyyin.
Beliaulah mempekenalkan sistem numeral Arab ke Eropa.

Kini, Universitas Qarawiyyin dibagi
menjadi sejumlah fakultas yang tersebar di empat kota besar, di antaranya Fes,
Agadir, Tetouan, dan Marrakech. Jami’ah Al-Qarawiyyin yang telah beroperasi
sejak 12 abad lalu hingga sekarang tidak pernah lelah menjadi pusat ilmu bagi
para pelajar dari berbagai negeri.

Merzouga Sahara Dunes

SATU hal yang paling dicari saat
pelesir adalah ke tempat yang tidak ada di Tanah Air atau setidaknya berbeda.
Sahara atau padang pasir di Maroko adalah salah satunya. Banyak turis yang
bilang kalau tidak punya banyak waktu atau uang di Maroko, cukup pergi ke Sahara,
setelah itu pulang. Hati pun sudah cukup senang.

Sahara atau padang pasir di Maroko letaknya di Kota
Merzouga, sekitar 450 kilometer dari Kota Marakesh. Hamparan pasir cokelatnya
mencapai 250 kilometer persegi sampai ke perbatasan Algeria. Sahara adalah
salah satu atraksi utama bagi para turis merasakan olahraga ala gurun dan
lain-lain.

Program 3 hari 2 malam ini tidak hanya menikmati padang
sahara saja, Anda juga akan diajak ke obyek wisata lainnya seperti: Ait Ben
Haddou, Ouarzazate, lembah 1000 Kasbah, Skoura, Dades Gorge, Todra Gorge,
Risani, Draa Valley dan Agdez.

Jika tidak punya waktu banyak, bisa ikut paket
perjalanan 2 hari 1 malam dengan harga 450 Dirham/45 Euro.
 Durasi: 3 Hari
Keberangkatan: 08:00
Kembali: 07:00 3 Hari.
Mulai & Finishing : Di Marrakech
Biaya; 800 Dirham/ 80 Euro

 Hari 1: Marrakech ke Lembah Dades 330 km
 

Lembah Dades

Keberangkatan ke gurun padang pasir Merzouga dari Marrakech
di pagi hari, melewati pegunungan tinggi Atlas melalui Tizi n’Tichka hingga
singgah di daerah Ait benhaddou, yang terkenal dengaan istana lumpur. Ait
Benhaddou juga sering dijadikan tempat shoting film holywood. Setelah makan
siang, melalui Ouarzazate kita akan menuju ke Dadès, kebun sawit dari Skoura
dan Lembah Roses, di mana kita akan menghabiskan malam pertama.

Ait Benhaddou, istana lumpur tempat shoting film holywood
Hari 2: Dades ke Merzouga bukit pasir gurun 270km.

Setelah breakfast dilanjutkan mengunjungi lembah Dades,
melewati desa Berber. Dilanjutkaan ke Tineghir untuk menikmati pemandangan kebun
sawit yang indah dan pedalaman Berber. Setelah itu menuju ke Erg Chebbi, bukit
gurun sahara di Merzouga. Untuk mencapai tengah padang pasir harus menunggang
unta di sore hari dengan perjalanan sekitar 1 jam 30 menit. Selama perjalanan
kita bisa menikmati sunset diatas onta. Puncak Merzouga adalah dibukit Erg
Chebbi, dimana terdapat hamparan dan bukit-bukit pasir yang indah.  Disana Anda bermalam di tenda padang pasir
dengan sajian makanan khas Maroko, Tajine dan Couscous. Turis juga dihibur
pertunjukan musik gendang khas Maroko di tengah api unggun. Dijamin sangat
mengesankan, bersama para turis manca Negara berkumpul mengitari api unggun
sambil menikmati indahnya bintang dan rembulan ditengah padang sahara.  
Bermalam di tenda
 Hari 3: Merzouga ke Marrakech 567km.
Breakfast
Dipagi hari, terlebih dahulu breakfast di tenda sebelum
meninggalkan padang pasir sambil menikmati matahari terbit dari bukit-bukit
pasir. Sepanjang perjalanan Anda juga bisa menikmati sunrise dan nuansa indah
padang sahara.  Selanjutnya menuju
Marrakech melewati Tazarine dan Draa Valley, Agdez dan Ouarzazate di mana kita
akan berhenti sejenak untuk makan siang. Setelah itu dilanjutkan hingga tiba di
Marrakech, disisnilah perjalanan wisata Anda ke gurun sahara telah selesai.
Kereta Api
website: http://www.oncf.ma/Pages/Accueil.aspx
Kereta Api merupakan sarana transportasi yang sangat nyaman untuk digunakan bila anda ingin mengunjungi berbagai kota yang ada di Maroko. Office National des Chemins de Fer (ONCF) yang bertanggung jawab atas pelayanan kereta api. Nyaman, bersih, cepat dan harga tiketnya pun terjangkau. Para turis terutama dari Eropa sering dijumpai menggunakan kereta api saat bepergian.
Rute utama adalah:
1. Marrakech-Casablanca-Rabat-Meknes-Fez-Oujda
2. Marrakech-Casablanca-Rabat
3. Marrakech-Casablanca-Meknes-Fez
4. Casablanca-Rabat-Tangier.
Rute yang sering digunakan adalah dari Fez menuju Rabat dan Casablanca, dengan pelayanan lima kali dalam sehari dan dua overnight service.
Tramway 
Tramway merupakan transportasi yang baru dikembangkan di Maroko. Hanya ada dua kota yang sudah mengoperasikan tramway sebagai transportasi umum, yaitu kota Rabat-sale dan kota Casablanca. 
Pesawat Terbang

Bila anda memilih untuk menggunakan pesawat untuk mencapai satu kota di Maroko, pesawat terbang merupakan salah satu pilihan yang tepat. Royal Air Maroc adalah maskapai penerbangan yang menyediakan jasa untuk itu.
Bis

Menggunakan bis di Maroko tergolong sangat nyaman dengan manajemen yang professional.Di sebagian kota-kota yang ada di Maroko,Tiket diproses secara elektronik dan barang bawaan disimpan di bagasi. Prosesnya hampir mirip dengan menggunakan pesawat terbang.
Taksi

Untuk transportasi dalam kota tersedia berbagai jenis taksi. Sebagai turis, anda tidak perlu khawatir karena hampir semua taksi menggunakan argo meskipun terkadang untuk beberapa kota tertentu kita harus melakukan tawar menawar dengan sopir taksi.
Kereta Kuda

Bila anda pergi bersama pasangan dan ingin merasa romantis, cobalah untuk menikmati kota dengan menggunakan kereta kuda. Penulis menjumpai banyak kereta kuda di Marrakech. Kereta kuda yang digunakan cukup besar dengan dekorasi yang wow!
Zuwaina Tour and Travel melayani penyewaan mobil berbagaimacam type dan ukuran dengan harga yang sangat terjangkau. Untuk info lebih lanjut silahkan hubungi kontak kami. WA +212630325257.

Citizen6, Maroko: Jika Anda berkunjung ke Maroko dan ingin menikmati keindahan alam yang sejuk dan dihiasi dengan peninggalan-peninggalan kuno bersejarah, maka Kota Essaouira adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi. 
Meski kota ini tidak sebesar kota-kota di selatan Maroko lainnya, namun kota ini menawarkan pemandangan pantai yang indah dan tak kalah dengan pantai-pantai yang ada di kota lain. Di samping itu, kota ini juga ramai dengan industri perikanan, lalu di sepanjang pantai juga terdapat restoran dan hotel yang siap melayani para wisatawan yang datang untuk bersantai di pantai atau melakukan kegiatan kite surfing dan wind surfing. Anda pun juga bisa mengelilingi Pantai Essaouira dengan menaiki onta hanya dengan membayar 20 dirham atau sekitar Rp 23.700.
Kota yang terletak di sebelah Samudera Atlantik, Pantai Barat Maroko ini juga menawarkan beberapa outlet spa air laut serta pemandangan matahari terbenam yang spektakuler. Wisata yang juga memiliki daya tarik terbesar adalah wisata memancing dan kulinernya yang berjejer di tepi dermaga. 
Selain aktivitas para nelayan dengan perahu-perahu kecil berwarna birunya, gerombolan burung pelikan yang memadati benteng sambil berebutan untuk mendapatkan lemparan ikan dari para nelayan menjadi pemandangan yang mengasikkan tatkala hari menjelang sore. 
Untuk mendapatkan hotel, Anda pun tidak usah bingung atau takut karena harganya mahal. Di kawasan Pantai Essaoira ini banyak sekali para pemuda yang menawarkan penginapan dengan harga yang sangat terjangkau. Mulai dari harga yang paling murah sampai dengan fasilitas dua kamar tidur, ruang tamu plus tv, dan ruang dapur cumah seharga 250 dirham atau sekitar Rp 300 ribu. Di dalamnya bahkan bisa diisi 6 sampai 10 orang alias tidak terbatas.  
Namun, jika Anda benar-benar ingin menikmati budaya lokal, Anda bisa tinggal di sebuah rumah tradisional yang telah berubah menjadi sebuah penginapan. Ini dikenal sebagai “Riads” dan sudah cukup populer. 
Malam harinya adalah waktu yang tepat untuk mengelilingi pasar tradisional yang berada dekat dengan pantai. Kanan kiri pasar diapit oleh tembok besar dan bangunan-bangunan kuno peninggalan Portugal yang mengelilinginya. Di pasar ini, Anda akan menemukan berbagai macam pernak-pernik serta seni dan kerajinan khas Maroko. Banyak penjual yang menawarkan berbagai ukiran dan corak kaos yang bertuliskan Essaouira dengan harga yang sangat terjangkau, kisaran 60 dirham atau sekitar Rp 71.500. Tetapi spesialis Essaouira sendiri ada pada suvenir kayu yang dipahat. 
Di belakang pintu masuk kota ini terdapat jam magana. Jam besar yang dipasang di atas menara yang tinggi ini menyuarakan bunyi yang sangat keras setiap jamnya. Berdasarkan sejarah, Essaouira adalah lokasi yang sering dikunjungi wisatawan dan pedagang, karena kedekatnnya dengan Atlantik dan rute perdagangan ke Eropa. Lokasi ini juga diakui sebagai contoh sempurna kota benteng dari abad ke-18, sehingga kota ini menjadi  salah  satu kota wisata paling penting di Maroko karena memiliki daya tarik yang tinggi bagi para wisatawan. (Kusnadi El-Ghezwa/Mar)
Sumber: 
Liputan6: http://m.liputan6.com/citizen6/read/646608/ke-maroko-menginaplah-di-riads
Kompas: http://lipsus.kompas.com/samsungativ/read/2012/11/07/1814484/essaouira.kota.kecil.nan.mungil.di.selatan.maroko
Citizen6, Maroko Menjelang malam 27 ramadan ribuan warga Maroko berbondong-bondong mendatangi masjid Hasan II yang berdiri megah di atas laut pondasi bebatuan laut Atlantik. Masjid ini merupakan masjid terbesar ketiga di dunia setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah dan menjadi ikon terbesar kota Casablanca.
Seperti di beritakan di media sosial Maroko, sebelum maghrib para jamaah taraweh menuju masjid bersama keluarga dan saudara dengan membawa bekal makanan buka puasa masing-masing. Tak sedikit pula yang membagikan menu ta’jil dipinggir-pinggir jalan.

Keramaian di Masjid Hassan II

Sebagian orang lainnya ada yang mendapatkan dan ada juga yang sengaja membawa bekal sendiri dari rumah. Sore itu masyarakat Maroko terus berbondong-bondong memadati tempat yang telah disediakan oleh pengurus masjid untuk berbuka puasa bersama. Sayangnya malam ini tidak semua orang bisa sholat berjamaah di dalam maupun di pelataran masjid dengan dalih keamanan Raja Mohammed VI yang saat itu sudah berada di dalam masjid Hassan II untuk melaksanakan sholat taraweh berjamaah dengan warganya. 
Masyarakat Maroko yang mayoritas meyakini malam lailatul qodar turun pada malam 27 ramadan menjadikan Masjid Hassan II seperti lautan manusia. Keamanan malam itu terlihat sangat ketat, semua polisi dikerahkan disepanjang jalan, mulai dari halaman dan luar masjid hingga dijalanan banyak sekali polisi berjaga. Salah satu teman saya yang saat itu menggendong tas hitam pun ikut digeledah polisi saat menuju pelataran masjid.

Keramaian di Masjid Hassan II

Malam itu menjadi momen menggembirakan bagi warga Maroko khususnya warga Casablanca. Suara riyuh diiringi tepuk tangan dengan yel-yel “Malikuna wahid Mohammed VI” terus bergemuruh ketika menyambut kedatangan raja menuju pintu masuk masjid Hassan II. Karena tidak semua warga Maroko bisa sholat didalam masjid, pengurus masjid menyediakan tempat sholat dengan alas tikar berwarna biru disamping kiri masjid berdekatan dengan pantai.
Ketika waktu sholat isya tiba, jamaah yang ada dipelataran masjid sebagian merasa kecewa karena suara pengeras yang ada dipelataran dipindah semua didekat pantai. Ahirnya terpaksa shalat isya berjamaah di imami oleh dua imam, satunya di dalam masjid dan satunya lagi dipelataran masjid.
Untungnya usai sholat isya tiba-tiba suara imam dari dalam masjid terdengar keras dari arah pojok kanan masjid sehingga jamaah yang ada dipelataran masjid bisa sholat taraweh berjamaah dengan satu imam. Sementara itu, para kemanan mulaii dari polisi dan pasukan kemanan raja terus berjaga mengelilingi jamaah. Menariknya, imam taraweh malam ini lebih dari satu orang. Tiap selesai satu salam diganti dengan imam lainnya secara bergantian hinggal lima kali salam. Suaranya yang indah dan merdu bercampur angin spoi-spoi malam itu menambah kekhusyuan para jamaah.
Usai shalat taraweh, semua warga mengitari pelataran masjid menyambut raja keluar. Dengan pengawalan ketat raja menyalami warganya satu persatu. Semua yang hadir saling berebut kesempatan dan melambaikan tangannya kearah raja suapaya bisa bersalaman. Sayangnya tidak semua warga mendapat kesempatan untuk bersalaman.
Untuk mengambil gambar saja dilarang keras oleh pihak keamanan. Saya yang kebetulan berada di depan cuma bisa melihat senyum raja yang ramah dan meneduhkan ketika menyalami warganya. Meski kaki bolak balik terinjak dan dapat sikutan kanan kiri saya dan teman-teman terus bertahan melihat raja menyalami warganya hingga ahirnya masuk ke mobil meninggalkan masjid Hassan II. (ul)
Pengirim:
Kusnadi, Ketua Tanfidziah PCINU Maroko.
Salah satu sudut bangunan rumah Asila

RASANYA tak berlebihan kalau dibilang kota Asila adalah salah satu tempat yang harus dikunjungi di dunia, setidaknya di Maroko. Di kota ini kita belajar bagaimana menghargai seni. Di setiap dinding rumah di kawasan Medina, sebutan bagi kota tua di setiap kota di Maroko, dihiasi lukisan yang dilukis oleh para seniman.


Setiap tahunnya Asila menggelar festival seni internasional. Setiap bulan Juli sampai Agustus, para seniman dari berbagai negara, terutama Afrika dan jalur Mediteranian, datang untuk memeriahkan festival seni Asila. Mulai dari pentas seni musik, sastra, dan paling seru adalah aksi para seniman lukis dinding.

Pada acara festival tahunan ini, setiap dinding rumah dilukis. Lukisan lama akan diganti baru. Jadi tak heran, lukisan dindingnya tak ada yang usang. Warna dan gambarnya terasa segar.
Dari literatur sejarah yang ada, Asila adalah kota tua yang usianya sudah mencapai sekitar 3.600 tahun. Sampai tahun 1978 Kota Asila adalah kota kecil yang tertutup. Setiap malam pintu gerbang dinding yang mengelilingi Medina ditutup. Tidak boleh ada orang yang keluar masuk kota ini dengan alasan keamanan.

Sampai akhirnya seorang warga lokal, Mohammed Benaissa, berkeinginan mengubah kota kelahirannya untuk lebih terbuka. Idenya adalah membuka diri melalui karya seni. Sampai sekarang, festival seni tahunan Asila berhasil mengubah wajah Kota Asila menjadi kota yang sangat ramah, terbuka, dan unik.
Saat Kompas.com mengunjungi Asila, suasananya sangat berbeda dengan Medina, kota lain di Maroko. Penduduknya lebih ramah dan tidak padat. Jika pasar di Medina biasanya sangat ramai dan penuh, di Asila justru lengang. Barang yang ditawarkan juga bukan suvenir atau barang dagangan sehari–hari tetapi hampir semuanya adalah benda–benda seni seperti lukisan, keramik, atau barang antik.
Hampir semua dinding rumah di Asila dilukis
Bukan hanya seni lukis dinding yang bisa dinikmati. Pemandangannya pun juga memikat. Pasalnya, Asila terletak di pinggir pantai. Saat matahari terbenam adalah favorit para turis yang datang ke kota ini. Selain dari di pinggir pantai, warga dan turis biasa menikmati udara dan pemandangan pinggir pantai di bangunan benteng tua peninggalan Portugis.
Asila letaknya tak jauh dari kota Tangier, kota perbatasan Maroko dan Spanyol. Transportasi favorit menuju kota ini adalah kereta api. Hanya membutuhkan waktu sekitar 40 menit perjalanan dari kota Tangier. Harga tiketnya juga tak terlalu mahal, 16 Dirham atau setara dengan Rp 24.000. Karena kota kecil, untuk keliling kota Asila tak membutuhkan transportasi bus atau taksi. Cukup jalan kaki agar bisa menikmati udara segar pinggir pantai Asila.

Sumber: Kompas