Day
1: Airport Mohammed V Casablanca-Marrakech
  • ·   Kedatangan
    di bandara Mohammed V Casablanca dengan disambut Tour Leader berbahsa
    Indonesia.
  • ·   Menuju
    Marrakech untuk check in hotel dan istirahat sejenak sekaligus persiapan city
    tour Marrakech.
  • ·   Selanjutnya
    mengunjungi obyek wisata di Marrakech: Majorelle Garden, Bahia Palace, Badi
    Palace dan Masjid Koutubia .
  • ·   Makan
    malam di  Djema El Fna, pasar tradisional
    terbesar di Maroko sekaligus tempat ajang pertunjukan music dan hiburan.
  • ·   Kembali
    ke hotel untuk istirahat.

                               
Day
2: Marrakech – Ouarzazate –
Dadès Gorges (
330 km)
  • ·  
    Keberangkatan ke gurun padang pasir
    Merzouga dari Marrakech di pagi hari setelah breakfast.
  • ·  
    Dari Maarakech menuju lembah Dades
    melewati pegunungan tinggi Atlas melalui Tizi n’Tichka hingga singgah di daerah
    Ait benhaddou, yang terkenal dengaan istana lumpur. Ait Benhaddou juga sering
    dijadikan tempat shoting film holywood.
  • ·  
    Setelah makan siang di Ouarzazate kita
    akan melanjutkan perjalanan menuju ke Dadès, melewati perkebunan kurma dan
    Lembah Roses.
  • ·  
    Check in hotel di Dades Gorges untuk
    istirahat.

Day
3: From Dadès Gorges to Merzouga
  • ·  
    After breakfast, dari Dadès menuju ke desert of Merzouga.
  • ·  
    Singgah dipemukiman warga Berber dan mengujnungi tempat
    kerajinan  warga Berber.
  • ·  
    Setelah itu menuju ke Erg Chebbi, bukit
    gurun sahara di Merzouga. Untuk mencapai tengah padang pasir harus menunggang
    unta di sore hari dengan perjalanan sekitar 1 jam. Selama perjalanan kita bisa
    menikmati sunset diatas onta. Puncak Merzouga adalah dibukit Erg Chebbi, dimana
    terdapat hamparan dan bukit-bukit pasir yang indah.  
  • ·  
    Bermalam di tenda padang pasir dengan
    sajian makanan khas Maroko, Tajine dan Couscous. Turis juga dihibur pertunjukan
    musik khas Maroko mengitari api unggun. Dijamin sangat mengesankan, bersama
    para turis manca Negara berkumpul mengitari api unggun sambil menikmati
    indahnya bintang dan rembulan ditengah padang sahara

Day
4: Merzouga – Fes
  • ·  
    Dipagi hari, terlebih dahulu breakfast
    di tenda sebelum meninggalkan padang pasir sambil menikmati matahari terbit
    dari bukit-bukit pasir. Sepanjang perjalanan Anda juga bisa menikmati sunrise
    dan nuansa indah padang sahara.  Selanjutnya menuju kota Fes.
  • ·  
    Makan siang dengan menu tradisional khas Maroko.
  • ·  
    Check in hotel/riad in Fes.
  • ·  
    Menikmati nuansa malam kota Fes dengan makan malam di old
    medina.
  • ·  
    Kembali ke hotel untuk istirahat

Day
5: Fes-Tangier
  • ·   Setelah
    breakfast, city tour kota Fes. Mengunjungi Medinah Jadidah, Makam Syaikh Ibnul
    Arabi (pengarang kitab Ahkamul Quran), Universitas Qurrawiyyin (Universitas
    tertua di dunia), Makam Syeikh At Tijani (Pendiri Toriqoh at Tijaniyyah) dan
    melihat pemandangan kota lama Fes dari atas.
  • ·   Setelah
    makan siang meuju Tangier.
  • ·   Check
    in hotel/riad in Rabat untuk istirahat. Overnight in Tangier.

Day
6: Tangier-Rabat
  • ·   Setelah
    breakfast, mengunjungi obyek wisata kota Tangier seperti Cap Spartel (tempat
    bertemunya laut mediterania dan atlantik), Gua Hercules dan Ziarah makam sang
    petualang dunia, Ibnu Batuta.
  • ·   Setelah
    makan siang menuju Rabat.
  • ·   Berfoto
    didepan jalan Soekarno yang berada di jantung ibu kota Rabat.
  • ·   Check
    in hotel di Rabat dan istirahat sejenak.
  • ·   Shoping
    di pasar Oudaya Rabat dilanjutkan makan malam ditengah kota Rabat.
  • ·   Kembali
    ke hotel untuk istirahat. Overnight in Rabat.

Day
7: Rabat-Bandara Mohammed V Casablanca
  • ·   Setelah  breakfast, mengunjungi situs bersejarah
    seperti; Bab Chella, Kasbah Oudaya, Tour Hassan/makam Raja Hasan II.
  • ·   Menuju
    Casablanca.
  • ·   Mengunjungi
    Masjid Hassan II.
  • ·   Menuju
    bandara Mohammed V Casablanca.
  • ·   Dari
    masjid Hassan II menuju Bandara Mohammed V membutuhkan waktu 1 jam.
Fes el
Bali
 (bahasa Arabفاس البالي) (bahasa InggrisOld Fes) adalah distrik tertua di FesMaroko.
Fes el Bali awalnya didirikan sebagai ibukota Dinasti Idrisiyah antara tahun 789 hingga 808 M. Selain
dikenal karena keberadaan universitas tertua di dunia Fes el Bali, dengan
jumlah penduduk sekitar 156.000 jiwa, diyakini merupakan wilayah urban bebas
mobil terbesar di dunia.
Idris
ibn Abdallah
 memutuskan
untuk membangun kota baru di tepi kanan sungai Fes pada tahun 789 sebagai
ibukota negara yang baru ia didirikan. Awalnya, sebagian besar penduduk kota
tersebut merupakan pengungsi yang melarikan diri dari pemberontakan di Córdoba, Spanyol. Namun,
pada tahun 809, putranya Idris II memutuskan untuk mendirikan ibukotanya
sendiri di sisi Sungai Fes yang lain. Ada banyak pengungsi yang memutuskan
untuk menetap di kota baru pada saat itu, namun pengungsi tersebut merupakan
yang melarikan diri dari pemberontakan di Kairouan (kini
bagian dari Tunisia).
Walaupun
dipisahkan oleh sungai yang relatif kecil, kedua kota tersebut berkembang
secara terpisah sebelum akhirnya disatukan pada abad ke-11 oleh Murabitun.
Salah
satu contoh kontribusi pengungsi terhadap perkembangan Fes adalah pendirian Universitas
Al-Karaouine
 oleh
pengungsi Tunisia pada tahun 859. Universitas ini dianggap sebagai universitas
tertua di dunia.
Pada
masa kekuasaan Murabitun, Fes tidak lagi menjadi ibukota dan
digantikan oleh Marrakech yang
didirikan oleh Murabitun. Murabitun menghancurkan sebagian besar Fes el Bali,
namun mendirikan Fes el Bali yang masih bertahan hingga kini setelah kedua kota
yang terpisah disatukan.
Pada
saat Muwahidun berkuasa,
Fes merupakan kota dagang walaupun tidak menjadi ibukota, dan bahkan menjadi
kota terbesar di dunia pada saat itu dengan jumlah penduduk kurang lebih
200.000 jiwa.

Setelah
mengalahkan Muwahidun, Banu Marin memindahkan
ibukota dari Marrakech ke Fes pada tahun 1276, yang merupakan puncak kejayaan Fes
el Bali.
Mereka mulai membangun kota baru di luar
tembok kota yang lama. Pada awalnya kota tersebut dijuluki kota putih, namun
setelah beberapa saat mendapat nama baru yaitu Fes Jdid,
atau Fes baru. Pada saat itulah julukan Fes el Bali diberikan.
Kebanyakan monumen penting di Fes el Bali didirikan pada
masa kekuasaan Marin. Pada abad ke-14, pendirian mellah menambah susunan urban Fes.

Bab Boujlud, pintu masuk menuju madinah Fes.
Fes el
Bali
 (bahasa Arabفاس البالي) (bahasa InggrisOld Fes) adalah distrik tertua di FesMaroko.
Fes el Bali awalnya didirikan sebagai ibukota Dinasti Idrisiyah antara tahun 789 hingga 808 M. Selain
dikenal karena keberadaan universitas tertua di dunia Fes el Bali, dengan
jumlah penduduk sekitar 156.000 jiwa, diyakini merupakan wilayah urban bebas
mobil terbesar di dunia.
UNESCO memasukkan Fes el Bali ke dalam daftar situs warisan dunia pada tahun 1981 dengan nama Medina Fez. Situs warisan dunia
ini meliputi wilayah urban dan tembok dan juga zona penyangga di luar tembok
yang dimaksudkan untuk menjaga integritas visual tempat ini.
Fes el
Bali merupakan salah satu dari tiga distrik utama di Fes selain Fes Jdid dan Ville nouvelle (kota baru) yang
dibuat oleh Perancis.
Salah satu gang yang tak pernah sepi ditengah madinah Fes
Pemandangan kota tua atau Old
Medina, Fes. Di sinilah pusat jantung kota Fes yang terkenal dengan sebutan madinatul
‘ilm
(kota ilmu). Wilayah ini dulu pernah menjadi ibukota Maroko, dan jauh
sebelumnya di abad pertengahan menjadi tempat berlindung kaum Muslim &
Yahudi yang terusir dari Andalusia & Cordoba. Kota ini kemudian menjadi
pusat budaya, pusat pendidikan, dan kini menjadi “spiritual
city” of Morocco. Yang beratap hijau itu adalah Universitas Al-Qarawiyyin,
sebuah perguruan tinggi tertua di dunia yang masih beroperasi sampai sekarang,
berdiri jauh sebelum Oxford lahir.
 
Jalan-jalan yang sempit disalah sudut Old Medina disore hari 
Suasan magis yang misterius, nuansa spiritual
tersebar di mana-mana sebenarnya! Simbol-simbol yang dipakai, desain zillij dan
warna-warnanya yang tak sembarangan dipilih, sejarahnya yang erat dengan
Andalusia, Festival Tahunan Budaya Sufi, komunitas Al-Qarrawiyyin di masa lalu,
juga para sufi besar yang pernah hadir di sini (Abu Madyan, Tijani, Ibnu
Arabi), standar tata ruangan (fountain, masjid, sekolah, pasar) yang seolah
menyimbolkan suatu falsafah ketuhanan.
Tempat penyamakan kulit, Fes juga terkenal dengan pengrajin kulit
Menyusuri Old Medina, setiap
sisi kotanya seperti menyeret kita ke masa lampau, kembali ke abad pertengahan
dulu. Orang-orang mengenakan djellaba (itu yang di tengah, berpakaian seperti
kostum Ku-Klux-Klan), bau-bauan seperti “kumin” (bumbu utama masakan
Maroko) di setiap sudutnya, perkusi musik-musik Arab, barang-barang khas Maroko
(tempat ini terbentengi cukup kuat dari cakaran produk-produk Cina), membuat
waktu serasa berhenti di sini.
Menikmati makanan khas Maroko

Bersama Bpk. Ary Ginanjar dan Tim ESQ EROPA dan Trainer ESQ Indonesia
Pada masa kejayaan Islam, masjid tidak hanya berfungsi
sebagai tempat beribadah saja, namun juga sebagai pusat aktivitas ilmiah.
Semenjak kelahiran peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya
telah menggunakan masjid sebagai tempat pengkajian Al-Quran. Kegiatan
intelektual ini kian berlanjut setelah Rasulullah wafat, bahkan terus menyebar
ke seluruh kawasan yang telah dikuasai kaum Muslim.
Hal yang sama terjadi di Maroko, tepatnya di Fes. Di kota ini
terdapat Masjid Qarawiyyin yang berdiri pada tahun 859 M. Laiknya kebanyakan
masjid pada saat itu, masjid yang sering disebut Jami’ah Al-Qarawiyyin ini
menjadi pusat pendidikan komunitas Muslim setempat. Kajian ilmiah di masjid ini
bahkan setara dengan tingkat perguruan tinggi. Karenanya, pada tahun 1998, The
Guinness Book of Record mencatat Jami’ah Al-Qarawiyyin sebagai universitas
tertua di dunia yang hingga saat ini masih beroperasi dan terus memberikan
gelar kesarjanaan kepada lulusannya.
Walaupun memiliki predikat sebagai universitas tertua,
Jami’ah Al-Qarawiyyin bukanlah universitas pertama di dunia. Ensiklopedi
Encarta menyematkan gelar perguruan tinggi pertama pada Akademi yang didirikan
oleh Plato tahun 387 SM di Yunani. Menyusul
setelahnya Lyceum di Athena, Universitas Alexandria di Mesir, Universitas
Konstantinopel di Turki, dan Universitas Nalanda di India. 
Seiring
berjalanannya waktu dan pergantian kekuasaan, universitas-universitas tersebut
sudah sejak lama tidak beroperasi lagi. Hal inilah yang menjadikan Jami’ah
Al-Qarawiyyin sebagai universitas tertua di dunia dengan umur hampir mencapai
12 abad. Universitas ini lebih tua dari Universitas Al-Azhar di Kairo yang
mulai beroperasi pada abad ke-10, bahkan jauh lebih tua dari berbagai
universitas pelopor di Eropa seperti Universitas Bologna, Universitas Paris,
dan Universitas Oxford yang baru beroperasi antara abad ke-11 dan abad ke-12.
Pendiri Jami’ah
Al-Qarawiyyin adalah Fatimah Al-Fihri (? – 880 M), seorang muslimah terpelajar
sekaligus putri pengusaha kaya. Keluarga Al-Fihri adalah imigran dari Kota
Qairawan, Tunisia yang kemudian menetap di Fes bersama ribuan imigran lainnya.
Sepeninggalan ayahnya, Fatimah menghabiskan seluruh harta warisannya untuk
mendanai pembangunan masjid yang nantinya akan menjadi pusat ibadah dan
pendidikan bagi penduduk Fes.
Arsitektur Moor

Struktur bangunan
Masjid Qarawiyyin mengikuti bentuk masjid tradisional bangsa Arab yang pada
umumnya terbagi atas dua bagian, yaitu mughatta (aula shalat beratap) dan sahn
(halaman terbuka). Pada Masjid Qarawiyyin, bagian mughatta merupakan bangunan
hypostyle yang terbentuk dari deretan aisle (barisan tiang yang membentuk
sebuah lorong), sedangkan sahn Masjid Qarawiyyin berupa halaman terbuka yang
dikelilingi oleh riwaq atau portico (lorong berpilar dan beratap). Masjid Qarawiyyin yang ada pada saat ini merupakan
hasil rekonstruksi dan ekspansi yang dilakukan berkali-kali oleh sejumlah
penguasa Muslim. Pada awalnya, Fatimah Al-Fihri membangun masjid ini dengan
struktur yang hampir sama dengan Masjid Qairawan di Tunisia. Kala itu, aula
masjid atau mughatta hanya terdiri dari empat saf aisle sepanjang 30 meter,
sedangkan di sebelah barat aula tersebut dibangun sebuah sahn dan menara.
Menyikapi
pertambahan populasi penduduk Fes dan pelajar di Masjid Qarawiyyin, pada 956 M,
Pemimpin Zenata merombak dan memperluas masjid. Khalifah Umayyah dari Kordoba,
Abdurrahman III (889 – 961), menyumbangkan dana dengan jumlah yang sangat besar
untuk membiayai proyek tersebut. Perluasan pertama dilakukan dengan menambah 14
deret aisle di sebelah barat dan timur aula masjid, memindahkan sahn ke bagian
yang lebih barat, dan memindahkan menara ke riwaq sebelah utara.  Pada tahun 1135, Pemimpin Al-Murabitun, Ali bin Yusuf
(? – 1143), menambahkan tiga deret aisle pada sisi barat masjid. Dalam
perluasan kali ini, dibuat juga sebuah nave (aisle pusat) yang memotong kesepuluh
deret aisle pada aula utama. Nave ini menghubungkan pintu utama aula dengan
mihrab masjid. Perancang nave Masjid Qarawiyyin adalah dua orang arsitek asal
Andalusia yang juga merancang nave Masjid Tlemcen di Aljazair. 
Ali bin Yusuf
memerintahkan arsiteknya untuk membuat sebuah mihrab baru di bagian tengah
dinding kiblat. Mihrab masjid ini memiliki corak Kordoba dengan lengkungan
tapal kuda dan ornamen khas ijmiz-nya. Serupa dengan mihrab Masjid Kordoba di
Spanyol, ijmiz atau ornamen penghias mihrab Masjid Qarawiyyin dihiasi motif
floral, geometri, dan kaligrafi kufi khas Andalusia. Sejumlah mimbar kayu untuk
keperluan khutbah dan kuliah pun didatangkan langsung dari Kordoba. 

Satu lagi perangkat masjid yang didatangkan dari Andalusia
adalah lampu gantung (chandelier) pemberian Pemimpin Dinasti Almohad pada 1203.
Lampu ini dibuat dari hasil peleburan sebuah lonceng perunggu raksasa yang
diambil ketika Pasukan Almohad memenangi peperangan di Gibraltar. Hal-hal
tersebut menunjukkan hubungan yang kuat antara kawasan Spanyol (Andalusia) dan
Maroko (Maghribi) yang kala itu sama-sama berada di bawah pemerintahan Islam. Pada abad ke-16, Sultan Dinasti Sa’adi, Abdallah bin Al-Shaikh, turut
mempercantik Masjid Qarawiyyin. Beliau membangun dua buah paviliun kembar dan
sebuah air mancur (mathara) sebagai tempat berwudu di halaman masjid. Semua
lantai halamannya dilapisi zilij (rangkaian ubin khas Maghribi). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa halaman Masjid Qarawiyyin merupakan representasi dari
“Court of The Lions” di Istana Alhambra, Spanyol. 
Masjid Qarawiyyin memiliki menara yang sangat khas dengan
denah berbentuk bujur sangkar. Berfungsi
sebagai tempat adzan dan observatorium astronomi, menara bercat putih ini
berdiri menjulang di tengah kota Fes. Walaupun bentuknya sederhana, menara ini
adalah cikal bakal menara bergaya Maghribi dan Andalusia yang dibangun
setelahnya: Di atas menara terdapat ruangan bernama Darul Muwaqqit yang di
dalamnya terdapat jam air Al-Lajai. Jam air tersebut dipakai untuk menghitung
waktu shalat. Selain itu, masjid ini pun dilengkapi dengan jam matahari dan jam
pasir. Secara keseluruhan,
masjid yang dapat menampung sekitar 22.700 jamaah ini dapat dikategorikan ke
dalam bangunan berarsitektur moor. Jenis arsitektur ini adalah perpaduan antara
seni Islam Afrika Utara dengan gaya Visigoth dari Semenanjung Iberia.
Karakteristik gaya moor yang terdapat pada Masjid Qarawiyyin dapat dilihat dari
muqarnas khas Maghribi dan Andalusia bernama mocarabe yang terdapat pada
gerbang dan dinding masjid, hiasan pelaster bercorak geometri dan floral pada
dinding dan langit-langit, aula hypostyle, penggunaan ubin keramik zilij,
bentuk mihrab dan mimbar yang khas, penggunaan mashrabiyya atau maqsura (sekat
pemisah dari kayu), serta penggunaan lengkungan tapal kuda, cuping, runcing,
dan lambrequin.
Pusat Pengetahuan
dan Kebudayaan Islam di Belahan Bumi Barat

Jami’ah
Al-Qarawiyyin memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan budaya dan
sejarah keilmuan dunia Islam. Sebagai masjid tertua di kawasan Maghribi,
Jami’ah Al-Qarawiyyin telah sejak lama menjadi pusat ibadah serta pendidikan
bagi masyarakat setempat. Tidak hanya itu, Qarawiyyin pun menjadi magnet bagi
para pencari ilmu dari berbagai negeri. 
Pada awalnya
aktivitas ilmiah yang ada di masjid ini hanya membahas tentang ilmu tafsir,
fiqih, dan hadis. Namun, seketika muncul beberapa kajian lain seperti
linguistik, sastra, filsafat, politik, matematika, astronomi, ekonomi, seni
rupa, dan musik. Pada abad ke-10, sebelum universitas tertua di Eropa lahir, ilmu
kedokteran dan farmasi sudah diajarkan di Jami’ah Al-Qarawiyyin. Menyusul
setelahnya kajian sosiologi, geografi, sejarah, arsitektur, teknik, psikologi,
dan berbagai cabang ilmu alam lainnya. Dengan tetap mengikuti aturan pihak
universitas, pelajar di Qarawiyyin diberikan kebebasan untuk mengambil studi
apapun yang diminatinya. Dengan demikian, lahirlah sarjana-sarjana polymath
yang menguasai lebih dari satu bidang ilmu.
Praktek kuliah di Masjid Qarawiyyin menggunakan sistem
halaqah. Dalam sistem ini, pengajar dan pelajar
duduk melingkar di lantai masjid. Pelajar pria dan wanita kuliah dalam tempat
terpisah. Mimbar-mimbar masjid sering digunakan pengajar dan ilmuwan tamu untuk
memberikan materi pada saat seminar atau kuliah dengan jumlah peserta yang banyak.
Terdapat puluhan halaqah yang menyebar di berbagai sudut Masjid Qarawiyyin,
sesuai dengan mata kuliah dan jadwalnya. Universitas Qarawiyyin pun sering
mengirimkan sejumlah ilmuwannya untuk mentransfer ilmu pengetahuan ke berbagai
universitas di dunia, seperti Universitas Bologna, Universitas Sankore,
Universitas Al-Azhar, dan Universitas Granada.
Ketika jumlah pelajar di Universitas Qarawiyyin
kian bertambah, pihak universitas akhirnya melakukan seleksi yang sangat ketat
dalam menerima mahasiswa baru. Calon mahasiswa harus menguasai Al-Quran, bahasa
Arab, dan ilmu-ilmu umum dari madrasah tingkat dasar. Selain itu, untuk
mengatasi kepadatan ruang, beberapa halaqah dipindahkan ke sejumlah madrasah di
sekitar masjid, seperti Madrasah Mesbahia, Madrasah Attarin, Madrasah Seffarin,
Madrasah Fes El Jedid, dan Madrasah Bou Inania.

Aktivitas ilmiah di universitas tertua ini tidak
dapat terlepas dari peran Perpustakaan Qarawiyyin yang berada di sebelah timur
masjid. Bahan-bahan kuliah selalu diambil dari perpustakaan ini. Tidak hanya
digunakan oleh pihak universitas saja, berbagai madrasah di sekitar Masjid
Qarawiyyin pun ikut mempergunakan perpustakaan tersebut. Hingga kini,
Perpustakaan Qarawiyyin merupakan salah satu yang terbesar di antara tiga
puluhan perpustakaan yang ada di Kota Tua Fes.
Universitas
Qarawiyyin telah melahirkan sejumlah ilmuwan Muslim yang telah memberikan
kontribusi besar pada dunia pengetahuan, di antaranya adalah; ahli geografi dan
pembuat peta, Muhammad Al-Idrisi (1099 – 1166); penjelajah, penulis, serta ahli
hadis, Ibnu Rashid Al-Sabti (1259 – 1321); geografer, Al-Wazzan Al Fasi atau
Leo Africanus (1494 – 1554); ahli teologi dan filsafat, Ibnu Al-Arabi (1076 –
1184); sastrawan, sejarawan, ahli filsafat, dan dokter, Ibnu Al-Khatib (1313 –
11374); astronom, Al-Bitruji atau Alpetragius (? – 1204); dan ahli sejarah,
ekonomi, teologi, matematika, filsafat, hukum, astronomi, militer, kesehatan,
dan sosiologi, Ibnu Khaldun (1332 – 1406).
ISESCO (Islamic
Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam tulisannya yang
bertajuk “Fes: Capital of Islamic Culture” mengemukakan, sejumlah ilmuwan besar
Muslim asal Andalusia sempat mengajar di Qarawiyyin, di antaranya; ahli
astronomi, fisika, psikologi, musik, botani, dan kedokteran, Ibnu Bajjah atau
Avempace (1095 – 1138); ahli ilmu kedokteran dan farmasi, Ibnu Zuhr atau
Avenzoar (1091 – 1161); dan ahli filsafat, teologi, psikologi, politik, musik,
kedokteran, astronomi, geografi, fisika, matematika, dan teknik, Ibnu Rushid
atau Averroes (1126 – 1198).
Jami’ah
Al-Qarawiyyin yang menjelma menjadi sebuah universitas yang paling terkemuka di
abad pertengahan membuatnya tidak hanya diminati oleh para pelajar Muslim,
namun juga oleh pelajar non-Muslim. Ahli filsafat dan agama Yahudi ternama,
Rabbi Moshe ben Maimon (1135 – 1204) yang dijuluki oleh para penganut Yahudi
sebagai “Nabi Musa kedua” adalah lulusan Universitas Qarawiyyin. Nicolas
Cleynaerts (1495 – 1542) dan Jacob Golius (1596 – 1667) tercatat pernah belajar
tata bahasa Arab di universitas ini. Golius bahkan telah menerjemahkan buku
astronomi karya Al-Farghani dan buku kedokteran karya Ibnu Baklarech lalu
mempublikasikannya ke Eropa. Gerbert ‘d Aurillac (946 – 1003) yang kemudian
menjadi Paus Sylverster II belajar matematika dan astronomi di Qarawiyyin.
Beliaulah mempekenalkan sistem numeral Arab ke Eropa.

Kini, Universitas Qarawiyyin dibagi
menjadi sejumlah fakultas yang tersebar di empat kota besar, di antaranya Fes,
Agadir, Tetouan, dan Marrakech. Jami’ah Al-Qarawiyyin yang telah beroperasi
sejak 12 abad lalu hingga sekarang tidak pernah lelah menjadi pusat ilmu bagi
para pelajar dari berbagai negeri.